This blog is about a different perspective of life, since anyone in anywhere have their own insight, thoughts, experience, so do opinions. i'd like to chain sum of mine together and share them with U...

Monday, September 18, 2006

Dongeng lelaki berjanggut biru

Here's a great article i've stolen from sum Woman's website... :)


Di dalam diri kita ada berbagai aspek, dengan karakternya yang berbeda-beda. Ada karakter yang kerjanya menghancurkan apa yang baik dalam diri kita. Karakter ini menghambat kita untuk bertanya, untuk produktif dan bersikap bijaksana. Karakter ini harus dihadapi dan dihancurkan, sebagaimana si Bungsu dalam dongeng ‘Lelaki Berjanggut Biru’ yang judul aslinya Bluebeard Dongeng ini terdapat dalam berbagai versi seperti Perancis, Jerman dan Eropa Timur.

Dahulu kala seorang lelaki kaya, diberi julukan ‘Janggut Biru’ tinggal di istana besar di tengah hutan. Suatu hari ia berkunjung ke keluarga yang mempunyai tiga gadis remaja. Menyaksikan kedatangannya, ketiga gadis muda itu sangat ketakutan oleh warna janggutnya yang biru, sehingga mereka bersembunyi ketika dipanggil. Untuk meyakinkan niat baiknya, maka ia mengundang mereka jalan-jalan ke hutan. Ia datang mengendarai kereta kencana yang indah. Mereka semua, termasuk ibu ketiga putri itu bersedia diajak naik kereta dan menikmati keindahan hutan. Mereka sungguh mengalami tamasya yang menyenangkan. Si Janggut Biru memperlakukan mereka dengan baik. Para gadis muda itu lalu berpikir, “Ah barangkali laki-laki ini tidaklah seburuk yang kuduga.”

Mereka pulang ke rumah dengan rasa puas. Namun kedua gadis yang terbesar kembali merasakan rasa takut dan curiga dan mereka bersumpah tidak akan mau menemui si Janggut Biru lagi. Sedangkan si Bungsu berpikir, “Kalau laki-laki itu bisa begitu ramah dan baik hati….barangkali ia bukan orang yang jahat.”

Semakin lama ia memikirkan hal itu, semakin takutnya menghilang, dan semakin pudarlah warna biru janggutnya menurut penglihatan si Bungsu. Maka ketika lelaki berjanggut biru melamarnya, ia menerima. Ia membayangkan menikah dengan lelaki yang elegan. Mereka pun menikah. Segera sesudah upacara pernikahan usai, Si Bungsu diboyong ke istana, tempat kediaman Si Janggut Biru.

Suatu hari si Janggut Biru berkata kepada isterinya. “Aku mau pergi agak lama, isteriku. Engkau boleh melakukan apa saja yang kau sukai, panggillah saudara-saudaramu, adakanlah perjamuan, dan bersenang-senanglah. Kupercayakan kepadamu kunci-kunci ini. Engkau boleh membuka semua ruang dalam istana ini, pintu mana saja; tapi ada satu kunci yang tak boleh kau gunakan, kunci kecil dengan ukiran di ujungnya, jangan kau gunakan sama sekali,” pesannya.

Si Bungsu menjawab, “Aku akan melakukan pesanmu, kedengarannya menyenangkan. Pergilah suamiku sayang, jangan khawatir dan cepatlah pulang.”

Beberapa hari kemudian, kedua kakak perempuannya datang, penuh rasa ingin tahu, mereka menanyakan apa saja pesan sang suami yang mesti dikerjakan selama ia pergi. Si Bungsu dengan ceria mengatakan semua yang dipesan oleh suaminya. Lalu ketiga bersaudari itu sepakat melakukan suatu permainan, yakni mencocokkan kunci-kunci tersebut. Istana itu terdiri atas tiga tingkat, dengan ratusan kamar pada setiap sisi.

Semangat mereka tak kunjung memudar melakukan permainan tersebut. Mereka lebih bersemangat lagi ketika mengetahui semakin tersembunyi ruangan tersebut semakin indah isinya. Akhirnya, mereka sampai di suatu ruang di bawah tanah. Di ujung koridor terdapat pintu, yang mendadak terbuka dan menutup kembali, dengan desis yang aneh. Mereka membukanya kembali, tetapi pintu itu terkunci. Salah seorang berteriak memanggil Si Bungsu, “Adik, kemarilah..bawa kuncinya….Pastilah pintu ini hanya bisa dibuka oleh kunci kecil yang misterius itu.”

Tanpa berpikir panjang salah seorang di antara mereka memasukkan kunci pada pintu dan memutarnya. Pintu itu akhirnya dapat di buka, tetapi gelap sekali, sehingga sang kakak meminta si Bungsu untuk mengambil lilin. Dan saat cahaya temaram lilin menerangi kamar itu, samar-samar mereka melihat pemandangan mengerikan. Ruang itu penuh darah, bau kematian ada di mana-mana, ada tengkorak dan bagian-bagian tubuh lain.

Mereka menjerit terkejut dan ketakutan. Dengan gemetaran mereka menutup pintu, menguncinya kembali dan menarik kunci dari pintu. Tetapi malang, ada darah menempel menodai kunci kecil terlarang. Si Bungsu dengan panik berusaha menghilangkan noda darah pada kunci kecil itu. Dicobanya segala alat dan cara, tetapi noda darah tidak menghilang. Disembunyikannya kunci itu di lemari pakaiannya.

Beberapa hari kemudian, si Janggut Biru pulang dan sangat marah mengetahui bahwa ruang rahasia telah dibuka. Darah pada kunci tak mampu mengelabuinya. Kekejamannya segera muncul, tanpa rasa kasihan ia menarik isterinya ke ruang bawah, hendak membunuhnya di sana. Syukurlah sang putri cerdik, ia tak menyerah, begitu saja. “Suamiku, please, izinkan aku kembali ke kamarku untuk berdoa sebelum kematianku,” ujarnya. Si Janggut Biru berteriak,”Pergilah dan segera kembali!”

Ternyata si Bungsu tidak berdoa, melainkan memanggil saudarinya minta bala bantuan. Bantuan tiba pada saat yang tepat, persis ketika Si Janggut Biru menyusul ke kamar. Di gang, bala bantuan saudara dan saudari si Bungsu menyambutnya dengan tebasan pedang.

Lelaki berjanggut biru akhirnya dapat dibunuh dan si Bungsu selamat.

Kita tak asing dengan kisah ini, kisah perempuan naïf, yang mudah terpesona oleh hal-hal yang tampak indah dan megah. Kita semua pernah tertipu oleh hal-hal yang secara fisik mengagumkan dan mempesona. Si Janggut Biru merupakan simbol karakter jahat dalam diri kita. Watak makhluk jahat ini membungkam rasa ingin tahu. Anda barangkali pernah merasakan ada yang tidak beres dalam kehidupan keluarga Anda, tetapi Anda memilih untuk diam dan tak peduli. Lebih baik tidak tahu, dari pada bertanya dan sakit hati oleh kenyataan yang tersembunyi itu. Kita enggan membuka sudut tersembunyi. Itulah kerja daya penghancur, dan Anda sedang menjadi mangsa.

Seperti si Bungsu, hanya dengan berani membuka pintu, kita akan tahu apa yang mati dalam diri kita oleh perbuatan karakter jahat itu. Dan kita harus melawannya. Dalam diri kita ada karakter kakak, yang lebih bijak dalam memandang hidup, dan ada pula La Loba, sang pencinta dan pembela kehidupan.

Kita bisa melawan karakter jahat itu dengan berhenti bersikap naïf, mendengarkan suara bijak dalam hati dan melawan si penghancur dengan bersandar pada kekuatan kehidupan dalam diri kita.

Sunday, September 17, 2006

Praktek Kerja

I've worked in sum radio net called "DeltaFemalePrambors" radio network for 1 month. banyak banget yang gue dapet dari sana, walaupun pekerjaan gue sangattlah hectic bgt, tapi Alhamdullilah gue bisa ngelewatinnya.

selama satu bulan, cukup banyak juga pengalaman yang bisa diambil, terutama pengalaman berhubungan sama orang2 kantor yang sifatnya macem2, aneh2, sampe ngurusin file, proposal2 yang tiap harinya selalu dateng berjibun2. belom lagi tekanan sana sini dari atasan yang selalu nganggep kita serba bisa (padahal mah pengalaman kerja ajah masih bisa diitung pake jari huhu). kerjaan gue ini berubungan sama bagian promosi on air tepatnya yah ngurusin segala tetek bengek mengenai pembookingan spot iklan, talkshow, reportase, jadi filter nya proposal yang masuk, minta2in tanda tangan persetujuan ke bagian2 siaran n traffic, bikin surat kerja sama, ngefax2, follow-up klien2 yang mau masang iklan... sampe yang namanya bikin laporan space / evaluasi space perbulannya.

setiap hari selama satu bulan gue harus membantu atasan gue tercinta, mba sylvi dan mas junas. gue akui selama gue kerja dsana, otak gue suka overload bgt, sampe kumat lah penyakit lemot gue, kesian mba sylvi asistennya cuma 1 dan lemot pula huhuhu
but anyways, walaupun mengalami berbagai macam tekanan di kantor itu, gue merasa itu pengalaman yang luar bisa besar buat gue, gimana rasanya berada di posisi "sebagai bawahan". selama gue kuliah, ok lah IP gue 3,8an sekian, tapi ketika gue harus berada langsung di dunia kerja, all of sudden, IP menjadi less important, and what is more important is how u adapt to your new environment, become comfortable in what u do and how U learn new things fastly and able to follow a very dynamic circle of work

setelah gue resign beberapa hari yang lalu, posisi gue langsung ditempati oleh dua orang. they were as hectic as i were, (althou 2 people shouldve been easier thou.)
pkl kemaren cukup memberi gue pengalaman baru bwt gue, or at least a good experience of how it felt to be an employment. (which i'd prefer to be a bussines woman sumday) hehe yet, gue sebenernya menikmati kok kerja disana. karena orang2nya yang ramah, lingkungan kerjanya yang kondusif, nyantai, dan anak2nya yang masih pada muda2 :)
yah memmungkinkan gue untuk lebih nyambung lah hehe
ya suw de, mungkin segini aja postingan untuk hari ini... pesan gue cuma 1 buat yang udah kerja, berusahalah menikmati apa yang kamu kerjakan sekarang! coz life is too short to be ungrateful all the time :)
(klise? mungkin.. yet it's true if u think about it)